ShoutMix chat widget

Senin, 30 Maret 2009

Serba-Serbi Jilbab

Kasus Jilbab Dilarang (dipermasalahkan)

- Di Perancis : Jacques Chirac merestui lahirnya undang-undang larangan penggunaan simbol-simbol keagamaan di sekolah negeri atau sarana umum (17 Desember 2003). “Mengenakan kerudung, apakah disengaja atau tidak, adalah merupakan jenis agresi yang sulit bagi kami untuk menerimanya,” cetus Chirac ketika berlangsung pertemuan dengan para mahasiswa di Pierre Mendes France School di ibukota Tunisia Sabtu (6/12/2003). ( Eramus-lim.com, 08/12/2003 )

- Di Belgia, Menteri Dalam Negeri Patrick Dewael menegaskan keinginannya untuk melarang kerudung dan jilbab serta simbol-simbol agama lainnya tampil di sekolah dan institusi-institusi milik pemerintah (Eramus-lim.com , 12/01/2004).

- Di Australia, salah seorang anggota parleman dari Partai Demokratik Kristen, Reverend Fred Nile mengusulkan pelarangan terhadap pemakaian penutup aurat dan jilbab bagi warga muslim di Australia, khususnya di New South Wales (21/11/2002). Menurutnya, dengan pakaian itu bisa dimungkin-kan sebagai kedok para teroris menyimpan bahan peledak atau bom. (Hidayatullah.com , 22/11/2002)

- Di Singapura, PM Lee Hsien Loon —anak dari Lee Kuan Yew, pendiri Singapura Modern— mengatakan dalam harian Berita Harian Malay, edisi 1 Desember 2003, bahwa pelarangan memakai jilbab termasuk dalam upaya perukunan dan penyempurnaan kehidupan masyarakat di Singapura. (Eramus-lim.com, 09/12/2003).

- Di Jerman Pim Fortuyn, sebuah partai anti-imigrasi yang pendirinya tewas pada tahun 2002, ternyata tidak mendukung aturan yang mengharuskan para pekerja sipil Muslim menanggalkan jilbabnya. Kantor berita Jerman Dutch ANP Kamis (18/3).

- Di Belanda, seperti dipublis oleh Radio Nederland, pemerintah dan mayoritas anggota majelis rendah Belanda tidak mendukung usulan partai populis LPF untuk melarang penggunaan tutup kepala atau jilbab bagi pegawai negeri Belanda. Itulah hasil debat kilat Rabu kemarin (19/3)

- Di Indonesia sendiri: akhir tahun lalu, seorang karyawati SOGO, Mbak Misye A Sasongko, harus memilih keluar dari perusahan tersebut. Pasalnya, pihak perusahaan keberat-an bila karyawatinya mengenakan jilbab. Konon kabarnya akan merusak citra perusahaan tersebut. Seorang karyawati Rumah sakit terkenal di Jakarta juga memilih keluar dari RS tersebut karena melarangnya berjilbab.

Kenapa jilbab dilarang?

Dari Ortu:

Biasanya sih alasan ortu melarang kita-kita berjilbab yang paling sering muncul adalah ketakutan. Takut kalo kamu sebagai anak perempuannya nanti sulit dapat kerjaan. Pikir mereka, udah disekolahkan mahal-mahal cuma mau jadi Bu Nyai, begitu seringnya anggapan mereka terhadap jilbab.

Ketakutan yang kedua, khawatir anaknya sulit dapat jodoh karena terhalang oleh jilbabnya. Ketiga, ortu malu punya anak berjilbab karena kebetulan pengalaman ortumu nemuin anak berjilbab tuh malu-maluin

Dari Teman:

> Ada yang nganggep kamu sok alim, nggak modern, primitif, iseng manggil dengan gelar Bu Haji, atau bahkan yang parah adalah mengucilkan kamu dari pergaulan.

Kamu bisa jelasin bahwa dengan berjilbab, seorang cewek tuh nggak hanya dinilai dari fisiknya semata (emang pelajaran olahraga pake acara penilaian fisik?), tapi cewek tuh juga punya kemampuan lain yang lebih layak dinilai. Kemampuan otaknya, prestasi belajarnya, keahlian di bidang yang ditekuninya, dan keterampilan dalam bidang yang lain juga yang nggak melulu cuma pamer fisik. Selain tentunya memiliki akhlak yang baik juga dong.

> Kalo ada teman kamu yang nyindir ketika kamu pake jilbab dengan nyebutin kuno dan primitif, kamu bisa bilang ke doi. “Emangnya ada jaman primitif pake baju menutup aurat dan lengkap seperti jilbab? Wong jaman itu belum ditemukan kain, boro-boro menutup aurat.” Betul nggak seh?

Sebaliknya, jelaskan bahwa mereka yang nggak berjilbab dan menutup aurat itulah yang layak mendapat sebutan masih primitive

Jilbab antara kewajiban dan trend

"Diantara penyimpangannya: (1) Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher, atau jilbab tapi lengan pakaiannya digulung atau dibuka hingga ke siku mereka. (2) Berjilbab dengan pakaian ketat, berkaos, pakaian yang tipis, sehingga walaupun menggunakan jilbab, tapi lekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati dengan jelas. (3) Berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan terkadang memakai celana jeans. (4) Wanita muslimah di sekitar kita yang memakai jilbab bersifat temporer, dipakai pada kegiatan tertentu, kendurian, acara pengajian kampung dsb, setelah itu jilbab dicopot, jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala."

"Terkadang, kalau ditanyakan kepada mereka, mengapa kalian berbuat (melakukan) yang demikian, tidak memakai jilbab yang syar'i, padahal telah mengetahui bagaimana jilbab yang syar'i, sering didapati jawaban : "Yaa, pengen aja", atau "Belum siap", atau "Mendingan begini daripada tidak memakai jilbab sama sekali", atau "Jilbab itu khan tidak hanya satu bentuk, jilbab khan bisa dimodofikasi yang penting khan menutup aurat" terkadang didapati juga jawaban, "Kok kamu yang ribut, khan emang sudah menjadi mode yang seperti ini!"

Kenapa gak berjilbab?

"Ahh, make jilbab itu nggak perlu, soalnya banyak cewek berjilbab yang kelakuannya "naudubille" (baca : na'udzubillah min dzalik), yang penting kan "hati"nya dulu yang dijilbabin…"

Emang sih, ada kasus wanita berjilbab tetap rajin ngegosip, urakan dsb. Tapi terlepas dari wanita-wanita semacam itu, kalau pun ada, itu kan hanya kasus, nggak bisa dipake' alasan supaya kaum hawa nggak berjilbab.

(1) Dari diri sendiri; artinya kamu-kamu ngerasa belum siap atau memadai untuk berjilbab atau menjadi muslimah sejati, yang bisa jaim lah, alim lah, and sederet kriteria lain yang dirasa memberatkan. Nah masalahnya adalah, ternyata kamu masih suka bercanda, JJS, shopping, ngegosip, dll. Dan kamu ngerasa khawatir sikap itu memberi kesan negatif dari orang lain jika kamu mengenakan jilbab, takut merendahkan martabat wanita muslimah.

(2) Dari lingkungan atawa keluarga; terutama ortu yang nggak ngebolehin. Alasannya takut sulit dapat kerjaan kek, takut nggak laku jodohnya kek, dan sederet "kek-kek" lain yang kadang nggak matching en buat kita ketawa geli. Gimana enggak, wong itu semuanya sebenernya adalah persepsi yang salah en nggak tepat. Karena yang namanya rejeki, jodoh en mati itu kan qodho'nya Allah SWT. Karena logikanya, masak sih Allah akan meninggalkan hamba-hambaNya yang tho'at, hamba-hambaNya yang make jilbab untuk menutup aurat? Wong ayam aja meskipun nggak punya akal masih dikasih rejeki, masih diberi jodoh

(3) Untuk membuat jilbab dan khimar (kerudung) kadang memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena membutuhkan kain yang lebih banyak. Emang sih kita nggak bisa mungkir sepenuhnya. Banyak juga kok yang murah, meriah, bagus lagi…Dan yang paling penting, dengan adanya situasi kayak gitu, kan sebenarnya bisa mendidik kamu lebih kreatif, lebih dewasa, en lebih pinter memanfaatkan "sumber daya" yang ada demi Islam.

Sabda Nabi, yang artinya "Siapa dari seorang wanita yang melepaskan (membuka) pakaian selain dirumahnya (membuka diluar rumah), maka Allah pasti merobek tirai kehormatan daripadanya." (HR. Ahmad, Thobroni, dan Al-Bazzaar dari A'isyah r.a.).

Jilbab Nggak sekedar symbol & fakta nggak bisa jdi hukum

DALIL BERJILBAB

Kewajiban ini dikuatkan oleh penuturan Ummu ‘Athiyah : ”Rasulu-llah saw telah memerin-tahkan kepada kami untuk keluar (menuju lapangan) pada saat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha; baik wanita tua, yang sedang haid, maupun perawan. Wanita yang sedang haid menjauh dari kerumunan orang yang shalat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan seruan yang ditujukan kepada kaum Muslim. Aku lantas berkata, “Ya Rasulullah saw, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab. “Beliau kemudian bersabda, “Hendaklah salah seorang saudaranya meminjamkan jilbabnya.”

Apa khimar dan jilbab yang syar'i itu? Bukannya kita meragukan, cuma kita takut masih ada yang keliru memahaminya. Soalnya ada yang memahami busana muslimah untuk di luar rumah itu asal menutup aurat. Pake kerudung yang dipadukan tangtop, kaos panjang plus celana jeans ketat. Kayak gitu mah pantasnya cuma di depan suami euy. Hehehe...

Ada juga yang memadukan kerudungnya dengan baju atas panjang nan longgar, dan bagian bawah berupa rok panjang atau celana panjang longgar yang biasa disebut kulot. Kita nggak menyalahkan, cuma ada baiknya kita sama-sama mencari tahu definisi jilbab itu secara syar'i. Oke?

Dalam kitab al-Mu'jam al-Wasith halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “ Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal mil-hafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian (rumah), seperti milhafah /baju terusan), atau “ al-Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).

Dari keterangan hadits yang diriwayatkan Ummu ‘Athiyah dan pengertian dalam kamus al-Mu'jam , ternyata yang maksud jilbab adalah kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab: milhafah-mula`ah ) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya. Selain itu, jilbab juga harus terbuat dari kain yang tidak transparan dan tidak menampakkan lekuk tubuh.

Adapun khimar , syariat telah mewajibkan kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan 3 lubang baju di dada. Semoga pengertian ini bisa menambah wawasan biar nggak misspersepsi . Maksud hati menutup aurat, ternyata belum sempurna. Sayang kan?

Tapi jangan takut, Allah akan membayar mahal untuk keisti-qomahan mereka dan setiap muslimah yang mengikuti jejaknya. Sabda Nabi saw.: “Sesung-guhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,'Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka ?” Rasululah saw. menjawab,”Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” ( HR Abu Dawud, dengan sanad hasan )

Jilbab yang sesungguhnya

Jilbab bermakna milhâfah (baju kurung atau semacam kabaya yang longgar dan tidak tipis), kain (kisâ') apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsawb) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus al-Muhîth dinyatakan demikian: Jilbab itu laksana sirdâb (terowongan) atau sinmâr (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian keseharian-nya seperti halnya baju kurung.

Nah, kalo mau pengen tahu penjelasan tambahannya, ada juga keterangan dalam kamus ash-Shahhâh, al-Jawhârî menyatakan: Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhâfah) yang sering disebut mulâ'ah (baju kurung).

Nah, kapan mengenakan jilbab? Yang pasti kalo seorang muslimah pergi keluar rumah. Atau kalo pun di dalam rumah, saat ada tamu asing (bukan mahrom). Sebab memang tujuannya juga adalah untuk menutup auratnya. Oya, untuk bisa disebut mengenakan busana muslimah, maka seorang muslimah harus mengenakan jilbab lengkap dengan kerudungnya. Begitu deh, secara singkatnya.

Persoalan inilah yang kayaknya nggak nyambung bagi pihak sekolah. Utamanya untuk kasus yang terjadi sekarang. Kalo dulu pihak sekolah mengikuti peraturan Depertemen PDK dalam aturan pakaian seragam sekolah yang emang melarang sama sekali bagi siswi muslimah untuk mengenakan kerudung, apalagi jilbab. Aturan itu dirasa begitu "kejam". Tapi yang terjadi sekarang, pihak sekolah konon kabarnya masih membolehkan siswi yang berkerudung, tapi syaratnya masih mengenakan pakaian atas-bawah (baca: kemeja dan rok).

Tentu saja, bagi para siswi yang udah mendapat pemahaman bahwa jilbab adalah seperti dalam definisi di atas, maka wajar bila kemudian ia menjahit pakaian atas (baju) dengan pakaian bawah (rok). Sehingga menjadi nyambung (baju terusan). Nah, rupanya pihak sekolah rada ngadat dengan kejadian ini. Dan dianggap telah menyalahi aturan pakaian seragam sekolah yang telah ditetapkan Depdiknas. Walah?

Sobat muslim, mungkin disinilah letak masalahnya. Yakni kesalahan dalam memahami definisi jilbab. Sebab, pihak sekolah nggak melarang bagi mereka yang mengenakan kerudung dan pakaiannya (baju dan rok) yang nggak dijahit.

Kerudung dalam Al Qur`an surah An Nuur : 31 disebut dengan istilah khimar (jamaknya : khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat dalam surah Al Ahzab : 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah

Bedakan antara menutup aurat & berjilbab

Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampuradukkan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah yang berbeda-beda.

Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita.

Kedua, busana muslimah dalam kehidupan khusus (al hayah al khashshash), yaitu tempat-tempat di mana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah pribadi, atau tempat kost.

Ketiga, busana muslimah dalam kehidupan umum (al hayah ‘ammah), yaitu tempat-tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum, seperti di jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus, dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum ini terdiri dari jilbab dan khimar.

Hal ini berlandaskan firman Allah SWT : "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (QS An Nuur : 31)

Yang dimaksud “wa laa yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah “wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan). (Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur`an, Juz III hal. 316).

Selanjutnya, “illa maa zhahara minha” (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya). Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah wajah dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian shahabat, seperti ‘Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) berkata dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur`an Juz XVIII hal. 84, mengenai apa yang dimaksud dengan “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (illaa maa zhahara minha) : “Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan,’Yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan.” Pendapat yang sama juga dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an, Juz XII hal. 229 (Al-Albani, 2001 : 50 & 57).

Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah SAW kepada Asma` binti Abu Bakar : "Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya." (HR. Abu Dawud)

Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.

Apakah pengertian jilbab ? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau Al Mula`ah tasytamilu biha al mar`ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).

Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab : milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak langsung pakaian dalam) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.

Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada. Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990 : 48).

Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar/kerudung) : "Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (QS An Nuur : 31)

Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab) : "Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya." (QS Al Ahzab : 59)

Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu 'Athiah RA, bahwa dia berkata : "Rasulullah SAW memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata,’Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?” Maka Rasulullah SAW menjawab: 'Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!"(Muttafaqun ‘alaihi) (Al-Albani, 2001 : 82).

Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, Juz I hal. 388, mengatakan : “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar [rumah] jika tidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani, 2001 : 93).

Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu 'Athiah RA di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab –untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)—maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi SAW tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.

Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan : “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka.).

Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini –yaitu idnaa` berarti irkhaa` ila asfal-- diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : “Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi SAW menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’(yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab,’Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” (HR. At-Tirmidzi Juz III, hal. 47; hadits sahih) (Al-Albani, 2001 : 89)

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah --yaitu jilbab-- telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.

Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlahHendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan).(An-Nabhani, 1990 : 45-51)

0 komentar: